Sabtu, 18 April 2020

Pengertian Lukisan dan Gaya Lukisan

Pengartian Seni Lukis_ Menurut Soedarso Sp. (1990:11), melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan datar dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu, dengan melibatkan ekspresi, emosi, dan gagasan pencipta secara penuh.

Sedangkan Lukisan adalah karya seni yang proses pembuatannya dilakukan dengan memulaskan cat dengan alat kuas lukis, pisau palet atau peralatan lain, yaitu memulaskan berbagai warna dan nuansa gradasi warna, dengan kedalaman warna tertentu juga komposisi warna tertentu dari bahan warna pigmen warna dalam pelarut (atau medium) dan gen pengikat (lem) untuk pengencer air, gen pegikat berupa minyak linen untuk cat minyak dengan pengencer terpenthin, pada permukaan (penyangga) seperti kertas, kanvas, atau dinding. (wikipedia)

Seni lukis sendiri merupakan cabang dari seni rupa yang cara pengungkapannya diwujudkan melalui karya dua dimensional dimana unsur-unsur pokok dalam karya ini adalah garis dan warna. Sebuah lukisan harus dapat menterjemahkan apa yang ada didalam obyek, tema atau gagasan secara representative. Seni lukis ini sendiri merupakan pengembangan dari menggambar yang biasanya memiliki keunikan atau ciri khas tersendiri yang didasarkan pada tema, corak atau gaya, teknik serta bahan dan bentuk karya seni tersebut.

Perkembangan seni lukis di Indonesia telah melewati beberapa masa atau perkembangan zaman. Pada zaman prasejarah, seni lukis memegang peranan yang penting karena setiap lukisan mempunyai makna dan maksud tertentu. Saat zaman prasejarah lukisan dibuat pada dinding-dinding gua ataupun dinding karang dengan teknik Aerograph dimana teknik ini adalah dengan menempelkan tengan di dinding gua yang kemudian dibubuhi dengan kunyahan atau tumbukkan daun-daunan atau batu mineral berwarna.

Contoh, karya seni lukis yang dihasilkan pada zaman prasejarah dapat dilihat di Gua Leang Pattakere di Maros, Sulawesi Selatan yang menggabarkan adegan perburuan, selain itu di dinding gua di pantai selatan Irian Jaya juga terdapat lukisan yang menggambarkan nenek moyang.

Nah dari zaman prasejarah, seni lukis di Indonesia terus berkembang sampai pada Seni Lukis Indonesia Baru. Seni lukis Indonesia baru berkembang di Indonesia seperti juga kesenian pada umumnya yang tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa menempatkannya dalam keseluruhan kerangka masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Latar belakang lahirnya seni lukis Indonesia baru adalah sebuah warisan budaya, kekuatan sejarah, dan tidak lepas juga mendapat pengaruh barat.

Sebagai warisan budaya bahwa seni lukis merupakan bagian dalam pembentukan watak seorang manusia yang berdasar pada hubungan manusia itu dengan keadaan di sekelilingnya. Latar belakang lahirnya seni lukis sebagai kekuatan sejarah, yang berupa kejadian-kejadian dan gejala-gejala sosial yang sedang berlangsung di sekeliling seniman. Dan latar belakang lahirnya seni lukis Indonesia baru sebagai Pengaruh Barat, adalah kenyataan yang juga merupakan kekuatan sejarah. Masa penjajahan, misalnya, mengakibatkan persentuhan antara seni lukis Indonesia pada awal pembentukannya dengan seni lukis Barat.

Masa Seni Lukis Baru di Indonesia
Pada sekitar tahun 1974, perkembangan seni rupa Indonesia disemarakkan oleh munculnya seniman-seniman muda yang berlatar belakang berbeda, yaitu seniman yang mendapatkan pendidikan formal dan otodidak sama-sama mencetuskan aliran yang tidak dapat dikelompokkan pada aliran/corak yang sudah ada dan merupakan corak baru dalam kancah seni rupa Indonesia. Kesenian yang diciptakan berlandaskan pada konsep tidak membeda-bedakan disiplin seni, mengutamakan ekspresi, menghilangkan sikap mengkhususkan cipta seni tertentu, mengedepankan kreatifitas dan serta ide baru, dan besifat eksprimental. Pelopor Masa Indonesia Baru adalah Jim Supangkat, Nyoman Nuarta, S. Primka, Dede Eri Supria, Redha Sorana dan sebagainya.

Aliran gaya lukisan
Berdasarkan cara pengungkapannya, aliran dan gaya lukisan dapat dibedakan atau digolongkan menjadi tiga, yaitu;

1. Representatif
Pengertian representatif disini adalah perwujudan gaya seni rupa menggunakan keadaan nyata pada kehidupan masyarakat dan gaya alam. Gaya seni rupa yang termasuk dalam aliran representatif adalah:
a. Naturalisme, yaitu aliran seni rupa yang penggambarannya alami atau sesuai dengan keadaan alam, melukiskan segala sesuatu dengan alam nyata sehingga perbandingan perspektif, tekstur dan warna serta kesan gelap terang dibuat dengan se detail atau seteliti mungkin. Pelukis yang beraliran naturalisme antara lain Basuki Abdullah Suryobroto, Mas Pringadi, Indra Rukmana, Wakidi, Claude, Rubens, Constabel, dan lain-lain. 
Contoh Lukisan Bergaya Naturalisme
b. Realisme, yaitu aliran yang memandang dunia ini tanpa ilusi, apa adanya, tanpa menambah atau mengurangi objek, penggambarannya sesuai dengan kenyataan hidup. Perupa yang beraliran realisme antara lain Trubus, Wardoyo, Tarmizi, dan Dullah.
c. Romantisme, yaitu aliran seni rupa yang lebih bersifat imajiner, melukiskan cerita-cerita yang romantis, dahsyat, dan dramatis. Pelukis bergaya romantisme antara lain Raden Saleh, Fransisco Goya, dan Turner. Seniman atau pelukis yang berkarya dalam aliran romantisme memiliki kedalaman pikiran yang tak terduga karena itu dia mampu menonjolkan emosi dalam hasil akhir setiap lukisannya. Seni lukis romantisme berkembang dengan baik di Perancis yang memang sebagai Negara asal muasal kata romantisme itu sendiri. Sementara itu, dalam sejarah seni rupa modern Indonesia tercatat pula seorang pelukis yang namanya besar dengan aliran ini.
Lukisan Bergaya Romantisme
Karya seniman dengan aliran romantisme memiliki beberapa ciri khusus yang menjadi ke-khasannya. Ciri tersebut adalah memiliki sebuah komposisi lukisan yang sama sekali tidak statis. Komposisi terbesar dalam aliran romantisme adalah kesan yang dramatis. Perpaduan warna-warna yang banyak menjadi dominan adalah warna gelap dan juga terang sehingga kesan dramatis lebih terangkat jelas. Sama seperti aliran seni lukis lainnya, aliran seni lukis romantisme juga memiliki tokoh-tokoh yang berperan cukup penting di dalam nya antara lain Theodore Gericault yang adalah salah satu seniman lukis romantisme besar dari Perancis. Selain itu ada juga tokoh yang bernama Eugene Delacroix yang cirri khasnya terlihat dari emosi yang begitu terluapkan dalam bentuk goresan lukis dan juga warna yang dipilihnya. Masing-masing tokoh aliran lukis romantisme memiliki ciri khas pada setiap lukisannya yang mampu membuat namanya besar dan dikenal.

2. Deformatif
Pengertian demoratif disini adalah perubahan bentuk dari aslinya sehingga menghasilkan bentuk baru namun tidak meninggalkan bentuk dasar aslinya. Aliran seni lukis yang tergolong dalam gaya demoratif ini antara lain;

a. Ekspresionisme, yaitu aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan keadaan jiwa sang perupa yang spontan pada saat melihat objek karyanya. Seniman yang menggunakan aliran ini antara lain Vincent Van Gogh, Edward Munich, Mardian, Zaini, dan Affandi.
Lukisan Bergaya Ekspresionisme
Dua lukisan diatas yaitu The Potato Eaters dan The Sream merupakan contoh lain lukisan beraliran ekspresionisme. Keduanya merupakan lukisan karya maestro terkenal yaitu Vincent Van Gogh dan Edward Munich.

Vincent Van Gogh merupakan perupa yang terkenal dengan kedekatannya dengan kaum marjinal. Hal inilah yang membuatnya menciptakan karya seni yang luar biasa. Lukisan berjudul The Potato Eates misalnya, lukisan ini menggambarkan lima orang yang sederhana yang sedang duduk santai dan makan kentang.

Berbeda kisah lagi dengan lukisan The Scream. Menurut Edward Munich, lukisan The Scream ini dibuat dengan penuh inspirasi. Ia mengungkapkan saat dia berjalan bersama dengan kedua temannya di saat matahari terbenam, kemudian langit memerah seperti darah. Ia berhenti dan menyandarkan tubuh ke pagar, kemudian kedua temannya meninggalkan dan Ia merasa ketakutan. Ini merupakan karya Edward Munich yang paling mahal dengan harga Rp 1,1 triliun. Lukisan ini dilelang pada tahun 2012. Seniman asal Norwegia ini membuat lukisan The sceam menjadi 4 versi, yang terletak di New York dan ke tiga lainnya berada di Norwegia.

b. Impresionisme, yaitu aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan kesan saat objek tersebut dilukis. Lukisan Impresionisme menampilan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Lukisan adalah pernyataan berdasarkan kebenaran penglihatan (kebenaran optik) dalam penggunaan warna dan cahaya. Atas dasar pengalaman, warna tidak memiliki arti simbolis dan idealisasi seperti dalam Klasisisme dan Rimantisisme (juga nanti dalam Simbolisme). Karena itu Impresionisme disebut juga sebagai aliran Realisme dalam Warna.
  2. Pokok lukisan (subject-matter) tidak memegang peranan penting dalam arti mengaburkan pokok lukisan dengan latar belakang. Ini yang disebut devaluasi pokok lukisan.
  3. Lukisan berdasarkan ilmu pengetahuan , yaitu pengetahuan tentang cahaya. Cahaya yang tampak putih dapat dibiarkan diuraikan (dibiaskan) melalui kaca prisma menjadi warna-warna pelangi (warna spektrum). Dalam Impresionisme tidak dikenal warna hitam, dan sebagai gantinya adalah warna biru, ungu, atau coklat.
  4. Kecenderungan bentuk yang mengaburkan dalam Impresionisme disebabkan oleh karena cara memandang yang menyeluruh pada obyek. Akibatnya garis (kontur) tidak tampak sebagai pembatas bentuk.
Impressionisme pada umumnya tergolong gerakan yang antiklasik, sebab Impresionisme juga sebenarnya tidaklah berbeda dengan Realisme. Bahkan para ahli menyebutnya sebagai realisme warna atau realisme cahaya. Artinya bahwa Impresionisme tetap disebut sebagai Realisme, hanya dengan pewarnaan yang agak berbeda. Impresionisme menampilkan kekuatan warna sebagai pengganti sinar matahari yang dipantulkan oleh obyek dedaunan, pohon dan yang ada di alam. Tampak yang dilukiskan hanyalah kesan-kesan obyek saja, tanpa detail, tanpa outline (kontur).
Perupa yang termasuk dalam aliran ini adalah Claude Monet, Georges Seurat, Paul Cezzane, Paul Gauguin, dan S. Sudjojono.

c. Surialisme, yaitu aliran seni rupa yang kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering didalam mimpi, pelukis berusaha mengabaikan bentuk-bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah sedemikian rupa bagian tertentu dari obyek untuk menghasilkan kesan tertentu tanpa harus mengerti bentuk aslinya. Surealisme juga dapat didefinisikan sebagai gerakan budaya yang mempunyai unsur kejutan sebagai ungkapan gerakan filosofis. Surealisme merupakan suatu karya seni yang menggambarkan suatu ketidak laziman, oleh karena itu surealisme dikatakan sebagai seni yang melampaui pikiran atau logika. Karya seni surealisme ini hanya dapat ditafsirkan oleh seorang seniman yang menciptakannya dan sangat sulit bagi seseorang untuk menafsirkan karya seni surealisme tersebut, karena pada hakikatnya surealisme bersifat tidak beraturan atau alurnya melompat-lompat.

Asal kata surealisme pertama kali muncul pada catatan tentang balet parade, pada tahun 1917 yang ditulis oleh Guillaume Apolliuaire dalam karyanya “Super Realisme” atau surealisme. Surealisme lahir di Paris, Perancis, pada tahun 1924. Dengan diterbitkannya “The First Manifesto of Surealisme” yang ditulis oleh Andre Breton, penulis sekaligus psikiatri asal Perancis, surealisme resmi menjadi sebuah gerakan kebudayaan baru. Bahkan secara eksplisit Andre Breton mengatakan bahwa surealisme adalah sebuah gerakan revolusioner.
Terdapat beberapa teknik yang digunakan di dalam menggambar seni surealisme, yaitu;

1. Exquisite Corpse
Adalah strategi yang digunakan para surelis untuk mengangkat gambaran-gambaran dari alam bawah sadar. Didalam prakteknya, seniman yang pertama akan menggambarkan bagian kepala, kertas yang sudah digambarkan tersebut lalu dilipat kembali dan diserahkan kepada seniman yang kedua, seniman kedua ini tanpa melihat hasil gambaran sebelumnya lalu menggambarkan bagian atas tubuh, kemudian seniman yang ketiga dan keempat melakukan hal yang serupa dengan seniman kedua, namun seniman ketiga ini menggambarkan bagian kedua kaki, dan seniman keempat menggambarkan bagian bawah tubuh. Setelah semuanya selesai, lalu para seniman tersebut menginterpretasikan kombinasi gambar tersebut.

2. Frottage
Teknik frottage ini seperti menempatkan kepingan-kepingan kayu atau logam yang kasar di bawah kanvas dan selanjutnya melukis atau menggambarnya dengan menggunakan pensil di atasnya, seniman akan mentransfer motif kasar yang diperoleh dari permukaan tersebut ke dalam sebuah karya. Dalam “Laocoon, Father and Sons” (1926, Menil Collection, Huston, Texas), Ernst meracik motif kasar dengan cara menggosok sambil merujuk juga pada tokoh mitos Yunani, Laocoon, seorang imam Troya yang bergulat dengan piton-piton raksasa.

3. Automatisme
Automatisme dibuat dengan membiarkan tangan menjelajahi permukaan kanvas tanpa adanya campur tangan dari pikiran sadar. Tanda-tanda yang dihasilkan, mereka pikir, tidak akan menjadi acak atau tak berarti, tetapi akan dibimbing pada setiap titiknya dengan memfungsikan pikiran bawah sadar sang seniman, dan bukan oleh pikiran rasional atau pelatihan keartistikan.

Salah satu seniman yang menggunakan teknik automatisme adalah pelukis Spanyol bernama Joan Miro. Dalam “Birth of the World” (1925, Museum of Modern Art, New York City), ia menuangkan zat warna secara acak ke atas kanvas dan membiarkan lukisannya melaju melintasi permukaannya mengikuti grativasi, menciptakan serentetan hasil yang tak bisa ia prediksikan ke depannya.

d. Kubisme, yaitu aliran seni rupa yang penggambarannya berupa bidang segi empat atau bidang lain yang bentuk dasarnya kubus. Kubisme pada dasarnya adalah seni menciptakan bentuk-bentuk abstrak dari benda tiga dimensi ke media lukis dua dimensi. Seorang seniman kubisme harus dapat merepresentasikan obyek dalam berbagai bidang.

Dalam istilah yang sederhana, seorang seniman kubisme harus dapat menunjukkan lebih dari satu tampilan bidang benda pada satu waktu. Tampilan keseluruhan dari sebuah lukisan kubisme mirip dengan bentuk kubus kecil. Seorang seniman kubisme menggunakan kubus kecil tersebut untuk menggambarkan suatu benda atau manusia dari berbagai sudut pandang.

Kubisme selanjutnya dibagi menjadi dua cabang utama – kubisme analitis dan kubisme sintetis. Kubisme analitis pada dasarnya menganalisis dan memecah bentuk asli suatu objek menjadi kubus kecil atau bentuk geometris lainnya.

Seniman kubisme analitis menggunakan skema warna monokromatik untuk lukisan-lukisannya. Picasso dan Braque dikenal menggunakan gaya ini. Sedangkan kubisme sintetis mendasarkan pada penciptaan komposisi yang difokuskan pada kebersamaan objek. Picasso, Braque, dan Juan Gris juga dikenal sebagai pelopor kubisme sintetis. Pelukis yang beraliran ini adalah Pablo Picasso, Georges Braque, But Mochtar, Srihadi, Fajar Sidik, dan Mochtar Apin.

3. Nonrepresentatif
Adalah bentuk yang sulit untuk dikenal dimana bentuk dasarnya sudah meninggalkan bentuk aslinya dan pada prinsipnya lebih menekankan pada unsur-unsur formal, struktur, unsur rupa dan prinsip estetik.

Gaya nonrepresentatif ini berupa susunan garis, bentuk, bidang dan warna yang terbatas dari bentuk alam. Representatif memandang bahwa ekspresi jiwa tidaklah bisa dihubungkan denga objek apapun juga dimana dalam gaya ini menonjolkan bidang yang diisi oleh warna dan pilah dengan garis yang tegas. Gaya ini dipelopori oleh Amry Yahya, Fajar Sidik, But Mochtar, dan Sadali.